MUBTADA 10

Sabtu, 10 Maret 2012

Sebuah Balasan

Hari itu Davi sedang mengikuti ujian tengah semester di sebuah sekolah yang sederhana. Suasana pun hening, hanya terdengar suara sepatu yang melangkah di belakang para peserta ujian. Tidak lama kemudian, bel pun berbunyi, tanda waktu ujian telah habis dan waktunya untuk pulang. Baru beberapa langkah davi melangkahkan kaki keluar dari ruang ujian, Joni, temannya memanggil, "Davi, kesini! Jangan dulu pulang!" "Ada apa,Jon?" Tanya Davi. "Kata teman-teman, siswa kelas kita kumpul dulu!" jawab Joni. Dalam hitungan menit, davi dan semua teman sekelasnya pun berkumpul di sebuah ruangan. Semua orang kebingungan dan bertanya-tanya, apa maksud dan tujuan dari perkumpulan itu, karena ternyata setelah mereka berkumpul, di ruang itu ada beberapa orang yang bukan anggota kelas mereka, sebut saja namanya Doni, Jona, dan Roni. Salah seorang dari mereka berkata, "Untuk perempuan silahkan pulang saja, karena ini urusan laki-laki!". "Tapi sebenarnya ini ada apa?" tanya Lei dengan lantang. "Sudah, jangan banyak tanya. Silahkan pulang!" jawab doni dengan suara yang memecah telinga. Setelah terjadi adu mulut antara Doni dengan Lei, akhirnya Lei dan perempuan yang lain pun pergi meninggalkan ruang itu. Kini yang ada hanya laki-laki, sekitar lima belas orang.

Satu, dua, tiga, empat, sampai tujuh orang diantara semua yang ada di ruangan itu berdiri di depan, tanpa aturan dan sopan santun. Tanpa basa-basi, salah seorang dari mereka berkata, "Langsung saja, sekarang ngaku, siapa yang mencuri handphone Joni?". Setelah mendengar ucapan itu, baru terpikir oleh Davi, bahwa maksud dan tujuan dari perkumpulan itu adalah untuk membicarakan handphone Joni yang hilang, tiga hari sebelumnya.

Waktu itu, mereka sedang belajar di kelas, lalu bel pun berbunyi, pertanda bahwa KBM (kegiatan belajar mengajar) telah usai, maka semuanya, termasuk Joni bergegas membereskan semua buku dan peralatan belajar yang lainnya dan langsung pulang. Di kelas pun hening, tinggal Davi saja yang masih berkemas-kemas. Tiba-tiba Joni yang tadi sudah meninggalkan kelas, kembali lagi ke kelas sambil berlari, dia melihat-lihat dan memeriksa bangkunya yang tidak jauh dari tempat duduk Davi. "Kenapa, Jon, mencari apa?" tanya Davi. "Kamu melihat handphone saya tidak, disini, di kolong meja?" Joni balik bertanya. "Oh, aku tidak tahu, Jon, dari tadi juga aku tidak melihat handphone," jawab Davi. Joni pun kembali keluar dan pulang.

"Oh, jadi ternyata ini mau membahas handphone itu," Kata Davi dalam hatinya. "Woi! Cepat ngaku! siapa yang mencuri handphone Joni? Mumpung masih disini, masih dimaafkan. Lagian gue sudah tahu siapa yang mencurinya," Teriak Roni, teman Joni sambil mengarahkan matanya ke wajah Davi. "Kenapa matanya melihat ke arahku ya? Jangan-jangan mereka menyangka aku yang mencurinya, karena waktu kejadian itu aku masih berada di kelas," Kata Davi dalam hatinya. "Woi! Tidak ada yang ngaku?" Tanya Dona, teman Joni dan Roni sambil teriak-teriak. Semua orang yang ada di rungan itu pun terdiam, tidak ada yang berbicara. "Ok! Kalau tidak ada yang mengaku, sekarang kita sumpah satu per satu!" kata Jona menegaskan. "Ayo, sekarang maju satu per satu, letakkan Al-Qur'an ini diatas kepala kalian dan bersumpahlah!" kata Jona menegaskan kembali. Satu per satu diantara mereka yang berada di rungan itu pun meju dan bersumpah, akhirnya Davi pun mendapat giliran dan ia bersumpah. "Aku bersumpah, bahwa aku tidak mencuri," teriak Davi bersumpah. Setelah semua disumpah, ternyata tidak ada yang mengaku juga. "Heh! Masih belum ngaku?" bentak Roni sambil memukul meja. Namun, tidak ada seorang pun yang mengaku. "Bagaimana kalau diinterogasi saja satu per satu, secara tersembunyi, barangkali orngnya malu kalau mengaku disini," kata salah seorang teman Davi yang sama-sama menjadi korban bentakan Roni. "Ok! Kalau begitu gue akan menginterogasi kalian satu per satu," kata Roni menerima saran. Akhirnya satu per satu dari semua orang yang ada di ruangan itu dipanggil dan dibawa ke tempat lain untuk interogasi.

Setelah beberapa orang dipanggil dan diinterogasi, Davi meminta agar dirinya diinterogasi, karena dia harus segera pulang. Davi pun dipanggil. Ketika Davi berjalan menuju tempat interogasi itu, ternyata sekitar tujuh orang teman Joni mengikutinya dari belakang. Setelah Davi sampai di tempat yang mereka gunakan untuk interogasi, ternyata disana sudah ada yang menunggu. Davi pun menghampirinya. Kemudian yang tujuh orang tadi mengikutinya. Davi seorang diri, dikelilingi oleh delapan orang dari teman Joni, yang kehilangan handphone. "Dav, sudahlah, mendingan sekarang lo ngaku!" kata Jona sambil menatap wajah Davi. "Demi Allah, Jon, saya tidak mengambil handphone Joni," kata Davi. "Ah, sudahlah lo gak usah bawa-bawa nama Allah!" kata Jona kembali. "Jon, silahkan saja kalian menuduh saya mencuri, tapi demi Allah, saya tidak mencuri, Jon!" kata Davi menjelaskan. "Heh, Dav, lo jangan bohong ya!!" gue sudah nanya sama orang pintar tentang ini," Kata Jona menakuti Davi. Namun Davi tetap tidak mengaku, karena ia tidak merasa mencuri handphone Joni, dan Davi tetap berusaha tenang. "Jon, demi Allah, Jon, saya tidak mencuri. Lagian kalau sekedar handphone saya juga punya. Buat apa saya mencuri?" kata Davi menyangkal. "Akh, maling teriak maling, lo.....!!!!" teriak Jona.

Seiring  dengan teriakan itu, ternyata dari arah belakang ada yang memukul kepala Davi begitu saja. Setelah itu teman-temannya yang lain ikut memukuli Davi. Davi pun hanya bisa terdiam dan tidak bisa melawan, karena jumlah mereka yang banyak membuat Davi kewalahan. Davi hanya pasrah dan meminta perlindungan kepada Allah. Ketika teman-teman Joni sibuk menghakimi Davi, Anto, teman sekelasnya datang menghentikan sambil berteriak, "Sudah....!!! sudah.....!!! Woi! Sudah!!!! Kalau berani ayo sama gue...!!!!" akhirnya mereka berhenti menghajar Davi, dan Anto membawa Davi keluar dan meminta maaf atas perlakuan teman-temannya itu. "Dav, lo nggak apa-apa? Maaf ya atas kejadian tadi, gue tidak mengira kalau kejadiannya akan seperti ini," kata Anto kepada Davi. "tidak apa-apa, To, mereka tidak salah," jawab Davi.

Setelah kejadian itu Davi pun pergi ke masjid , mengambil air wudlu lalu shalat dua raka'at. Selesai shalat Davi termangu sambil meneteskan air mata. "Ya Allah, apa dosa yang telah aku perbuat selama ini? Apa kejadian yang menimpaku ini? Apa salahku? Apakah ini ujian dari-Mu, Ya Allah?. Maafkan hamba, maafkan mereka, Ya Allah, berilah mereka hidayah-Mu," Rintih Davi dalam hati sembari menengadah dan mengangkat kedua tangannya.

Tetes demi tetes waktu mengalir, dulu Davi masih berada di bangku kelas VII, kini sudah kelas VIII. Davi terpandang sebagai orang yang pintar dalam mempelajari bahasa, maka ia mengambil jurusan bahasa, sedangkan orang-orang yang dulu menghajar Davi mengambil jurusan yang berbeda.

Pada suatu hari, ketika Davi duduk di tengah-tengah keceriaan teman-temannya, ia mendengar kabar, bahwa orang-orang yang dulu menuduhnya mencuri dan menghajarnya dikeluarkan dari sekolah. Mendengar kabar itu perasaan Davi senang, namun Davi juga sedih. Davi sedih, karena ia tidak tega melihat temannya diusir dari sekolah, dan Davi senang, karena dengan tidak adanya mereka suasana di sekolah jadi tenang, karena bukan hanya satu atau dua orang yang pernah disakiti oleh mereka. "Ya Allah, apakah ini balasan dari-Mu? Kasihanilah mereka, Ya Allah," Ucap Davi dalam hati.

Semuanya berlalu, suasana di sekolah pun berubah menjadi tenang, dan Davi pun sudah mulai bisa tersenyum bersama teman-temannya, hingga saat itu mereka akan berpisah.

Writed by: Andry M. Anshor

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda